Berikutjawaban yang paling benar dari pertanyaan: Wayang adalah warisan budaya bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Pertunjukan wayang saat ini mulai ditinggalkan oleh generasi muda, sehingga dikhawatirkan wayang tidak dikenal lagi di masyarakat Indonesia. Upaya pelestarian warisan budaya yang sesuai informasi tersebut adalah Jawabannyaadalah C. Menggunakan wayang sebagai media pembelajaran di kelas. Berikut penjelasannya ya! Wayang adalah warisan budaya bangsa indonesia yang perlu dilestarikan. pertunjukan wayang saat ini mulai ditinggalkan oleh generasi muda, sehingga dikhawatirkan wayang tidak dikenal lagi dimasyarakat indonesia. Gamelanresmi menjadi Warisan Budaya Takbenda Dunia dari Indonesia yang ke-12. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyampaikan kegembiraan dan rasa bangga atas capaian di bidang kebudayaan yang diperjuangkan sejak 2019 tersebut. "Ini adalah capaian kita sebagai bangsa Indonesia yang tumbuh Indonesiayang dikenal dunia memiliki sumber daya alam sangat kaya raya. Selain terdapat 564 bahasa daerah, menurut Wikipedia, dari hasil sensus BPS tahun 2010 terdapat 1.340 suku bangsa Indonesia. Kebayangkan berapa banyak untuk budaya yang ada di Indonesia? Banyaknya budaya yang dimiliki Tanah Air tercinta kita ini, sampai diakui dunia yang tercatat di UNESCO. Warisanbudaya nasional atau warisan budaya bangsa adalah cermin tingginya peradaban bangsa. Dan salah satu ciri bangsa besar dan maju adalah bangsa yang mampu menghargai dan melestarikan warisan budaya nenek moyang mereka. Babad Giyanti dan lain sebagainya memiliki nilai historis bangsa yang perlu dilestarikan, dan dikaji isinya sebagai Wayangkulit yang merupakan budaya asli dan warisan luhur bangsa kini perlahan-lahan mulai dilupakan. Padahal, wayang kulit menjadi salah satu berlian yang dimiliki Indonesia dan seharusnya dijaga dan dikembangkan. Namun seiring berkembangnya zaman, masyarakat menjadikan kebudayaan barat sebagai sarana menghibur diri karena wayang kulit sendiri dianggap sangat membosankan. Wayangadalah warisan budaya bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Pertunjukan wayang saat ini mulai ditinggalkan oleh generasi muda, sehingga dikhawatirkan wayang tidak dikenal lagi di masyarakat Indonesia. Upaya pelestarian warisan budaya yang sesuai informasi tersebut adalah . A. mengajarkan wayang pada mata pelajaran bahasa Jawa Kekayaanbudaya Indonesia adalah sebuah warisan besar yang harus dijaga dan dilestarikan. Karena kebudayaan bangsa merupakan bagian dari wawasan nusantara. Adanya berbagai permasalahan yang dipicu oleh proses globalisasi dan modernisasi dapat menjadi ancaman bagi kebudayaan suatu bangsa. Seperti kasus pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia. Warisankebudayaan kebendaan adalah berbagai hasil karya manusia baik yang dapat dipindahkan ataupun tidak dapat dipindahkan, termasuk benda cagar budaya. Contohnya candi-candi dan situs peninggalan sejarah, alat musik tradisional, senjata tradisional, dan sebagainya. Setiapbudaya yang ada di negeri ini wajib menjadi tang­gungjawab kita untuk dilestarikan. Ada beberapa budaya Indonesia yang diklaim oleh negara asing seperti Malaysia. Sebagaimana yang dikata­kan oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebuda­yaan, Windu Nuryanti sepanjang tahun 2007-2012 sedikitnya Malaysia sudah tujuh kali Indonesiasebagai bangsa yang plural dengan ragam kebudayaannya mampu menarik perhatian dunia salah satu warisan budaya tersebut adalah batik. Kesenian batik merupakan seni membuat motif desain berupa gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Anakusia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itu usia dini dikatakan sebagai golden age (Prasetyo, 2014). lembaga budaya, makanan budaya, wayang, dan terakhir transportasi tradisional. Keanekaragaman budaya dari suatu bangsa yang warisanleluhur. Ada pula budaya modern yang Dengan bentuk ini, Indonesia memiliki ribuan pulau berkembang karena pengaruh globalisasi. Akan tetapi, yang tersebar hingga penjuru tanah air. Adanya ribuan budaya tradisional masih ada yang dilestarikan. Budaya pulau menjadikan Indonesia dihuni berbagai suku tersebut antara lain seni wayang di AntaraRatu Adil Sejati dgn Satrio Piningit 2 sosok 2 jawatan tidak sama paling jauh berbeda Dalam proses keabadiannya, jiwa mengalami satu fase ujian yang harus ia lewati, yaitu kehidupan di bumi (alam dunia dengan tujuan pokoknya, baca buku perjalanan manusia, pen), dan untuk melakukan hal itu setiap jiwa harus hidup 'terkurung' dan tergantung dalam Dan yang sampe sekarang kita ketahui Indonesiasebagai bangsa yang plural dan ragam kebudayaannya mampu menarik perhatian dunia, salah satu warisan budaya tersebut adalah batik. Kesenian batik merupakan seni membuat motif desain berupa gambar diatas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan bagi keluarga raja-raja jaman dahulu. Y44ib. Wayang konon berasal dari kata "bayang" atau "ayang-ayang” Jawa yang kurang lebih bermakna bayangan, image, gambar, gambaran, atau imajinasi. Wayang memang sebuah bayangan, gambaran, imajinasi, perlambang, atau simbol atas lika-liku kehidupan nyata umat manusia yang sangat warna-warni. Karakter tokoh-tokoh wayang yang beraneka ragam keras-lunak, pendendam-pemaaf, pemarah-penyabar, licik-jujur, beringas-sopan, dlsb merupakan gambaran atau perlambang karakter manusia di dunia nyata. Karakter wayang yang saya sukai adalah Ontoseno atau Antasena salah satu putra Bimasena yang mendapat julukan "Ksatria edan sakti mandraguna" "ksatria gila tetapi sakti tanpa tanding”. Ia adalah sosok yang ceplas-ceplos, ngomongnya ngoko bahasa Jawa kasar tidak bisa bahasa Jawa halus kerama inggil seperti saudara-saudaranya Gatutkaca dan Ontorejo. Tetapi ia memiliki pribadi dan jiwa yang kuat, jujur, ksatria, sakti, dan pemberani membela kebenaran dan melawan keangkaramurkaan siapapun pelakunya. Wayang di Mancanegara Pertunjukan wayang ini sudah sangat klasik dan menjadi bagian dari tradisi dan budaya berbagai masyarakat dan suku-bangsa di dunia, bukan hanya Indonesia. Selain Indonesia, negara-negara yang cukup akrab dengan dunia seni pertunjukan wayang adalah India, Cina, Mesir, Turki, Nepal, Kamboja, Thailand, Perancis, Yunani, dlsb. Di Yunani, seni wayang ini disebut karagiozis, sedangkan di Turki disebut karagoz dan hacivat atau hacivad. Seni pertunjukan wayang di Turki dipopulerkan oleh rezim Dinasti Turki Usmani Ottoman, yang didirikan oleh Usman Gazi di akhir abad ke-13 M. Pemerintah Turki Usmani dulu menggunakan seni pertunjukkan wayang di seluruh kekuasaannya, termasuk kawasan Timur Tengah dan Yunani. Para elit Muslim rezim Turki Usmani menggunakan wayang sebagai medium untuk mengsosialisasikan program-program pemerintah maupun alat komunikasi dan berinteraksi dengan warga, selain sebagai "hiburan rakyat" tentunya. Sosok "karagoz" melambangkan "kelas bawah""wong cilik" sedangkan "hacivat" menggambarkan "kelas atas" dan "golongan terdidik" "wong gede". Dalam konteks seni wayang kulit Indonesia, sosok "karagoz” ini seperti rombongan "punakawan”, sementara karakter "hacivat” seperti para kesatria dari Amarta atau Alengka. Karena Mesir dulu pernah menjadi daerah kekuasaan Turki Usmani, seni wayang pun ikut-ikutan populer di negeri Piramida ini. Di Mesir, sosok atau karakter "karagoz” disebut "aragoz” yang masih dimainkan hingga kini. Aragoz, yang selalu mengenakan topi khas warna merah disebut "tartour”, merupakan lambang rakyat kecil dan selalu melontarkan kritik-kritik sosial yang cerdas dan bernas dengan gaya banyolan ala Abu Nawas di Abad Pertengahan Islam. Turki Usmani bukan satu-satunya agen yang memperkenalkan seni wayang di Mesir. Dinasti Fatimiyah, di abad ke-10 M, dikabarkan juga memperkenalkan seni wayang. Bahkan sebagian sumber menyebut seni wayang sudah ada sejak zaman Mesir Kuno. Muhammad Ibnu Daniel al-Mousilli di abad ke-13 M, pernah menulis dan mendokumentasikan sejarah seni pertunjukan wayang di Mesir dan Timur Tengah pada umumnya dalam sejumlah kitabnya seperti Taif al-Khayal, Ajib wa Gharib, dan al-Moutayyam. Untuk melestarikan seni wayang ini, pemerintah Mesir bahkan sampai mengirim sejumlah seniman untuk belajar seni pertunjukan wayang di berbagai negara. Di antara mereka adalah Salah Al-Saqa, Ibrahim Salem, Mustafa Kamal, Ahmad Al-Matini, Kariman Fahmi, dlsb. Jenis dan Asal-Usul Wayang di Indonesia Jika di Mesir jenis wayang yang populer adalah wayang golek terbuat dari kayu, di Indonesia ada cukup banyak jenis wayang, baik yang populer maupun bukan. Selain wayang golek, ada wayang kulit, wayang klitik, wayang orang, wayang potehi yang ini berasal dari Tiongkok, wayang suket wayang ini dipopulerkan oleh almarhum Ki Slamet Gundono, wayang menak, wayang cupak, wayang gedog/wayang topeng, wayang beber, wayang sadat, wayang wahyu, dlsb. Dari sekian banyak jenis wayang tersebut, tiga di antaranya, yaitu wayang kulit, wayang golek, dan wayang klitik mendapat predikat sebagai "Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity”. Predikat ini diberikan oleh UNESCO pada tahun 2003. Dengan anugerah atau predikat ini, UNESCO memberi "mandat” pada pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk bersama-sama memelihara, melestarikan, dan bahkan mengembangkan dan memajukan tradisi dan seni adiluhung ini. Ada sejumlah pendapat tentang asal-usul wayang di Indonesia, khususnya untuk jenis wayang kulit. Ada yang menyebut dipengaruhi oleh kebudayaan India tetapi ada pula yang mengatakan bahwa seni wayang kulit ini merupakan bagian dari "local genius” leluhur Nusantara, khususnya Jawa pendapat ini dikemukakan oleh beberapa sejarawan Belanda seperti Hazeu dan Brandes. Dari manapun asal mulanya, pertunjukan seni wayang sudah cukup tua di Nusantara. Misalnya, sekitar abad 9 M, ditemukan Inskripsi Jaha, dikeluarkan oleh Maharaja Sri Lokapala dari Kerajaan Medang di Jawa Tengah, yang menyebutkan tentang sejumlah pertunjukan seni, termasuk perwayangan. Kemudian pada abad ke-10 M ditemukan sebuah inskripsi "Si Galigi Mawayang" yang berarti "Tuan Galigi Bermain Wayang”. Sudah tentu, khususnya dalam seni wayang kulit, kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana ala India menjadi salah satu tema populer dalam seni perwayangan di Indonesia. Tetapi dalam perkembangannya, sumber inspirasi pertunjukkan seni wayang itu sangat kaya dan beraneka ragam, bukan hanya dipengaruhi oleh cerita-cerita ala Hindu India saja tetapi juga dari sumber-sumber lain, misalnya, Serat Menak, sejarah keislaman, dan kisah-kisah kehidupan manusia sehari-hari. Tokoh-tokoh wayang pun beraneka ragam dan banyak yang berciri khas lokal Nusantara. Serat Menak tidak jelas siapa penulisnya dan kapan terbitnya tetapi populer di Jawa dan Lombok adalah sebuah karya sastra fiksi agung yang konon diinspirasi oleh karya sastra Melayu, Hikayat Amir Hamzah yang merupakan terjemahan dari sebuah karya sastra yang ditulis di zaman Khalifah Harun al-Rasyid w. 809 di abad ke-8/9 M. Iklan Yang dimaksud dengan Amir Hamzah atau Raja Hamzah dalam Serat Menak dan Hikayat Amir Hamzah adalah Hamzah bin Abdul Muttalib w. 625, salah seorang paman Nabi Muhammad w. 632 yang gagah perkasa dalam membela dan menyebarkan Islam di abad ke-7 M. Dari cerita Serat Menak inilah kemudian lahir sejumlah jenis wayang seperti wayang golek menak atau wayang orang menak, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang isi atau alur ceritanya menggambarkan lika-liku dakwah Islam dan perjuangan menegakkan masyarakat bermoral seperti yang dilakukan oleh "Amir Hamzah”. Wayang Bukan Hanya Sebagai Tontonan Tapi Juga Tuntunan Karena wayang dianggap sebagai tradisi positif serta medium yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan-pesan moral ke masyarakat, maka para ulama dan Walisongo dulu, elit Muslim Turki Usmani, raja-raja Islam Jawa, dlsb ikut mempraktekkan dan memopulerkan seni wayang ini. Dengan kata lain, oleh mereka, wayang bukan hanya sebagai "tontonan” atau hiburan masyarakat saja tetapi juga "tuntunan” atau pedoman hidup agar masyarakat menjadi lebih baik, mulia, bermoral, dan bermartabat. Saya sendiri adalah penggemar berat wayang, khususnya wayang kulit. Saya juga suka dengan wayang golek. Beberapa dalang favorit saya adalah Ki Nartosabdo, Ki Hadi Sugito, Ki Timbul Hadi Prayitno, Ki Anom Suroto, Ki Manteb Sudarsono, Ki Sugino Siswocarito, dan Ki Seno Nugroho. Untuk wayang golek, Ki Asep Sunarya Jawa Barat dan Ki Rohim Jawa Tengah adalah "dalang idola” saya. Sayang, sebagain besar dalang senior dan sepuh yang piawai sudah almarhum. Dalang piawai yang masih tergolong muda seperti Ki Seno Nugroho dan Ki Enthus Susmono juga sudah meninggal. Meskipun begitu saya melihat di YouTube ada sejumlah dalang muda yang sangat berbakat seperti Ki MPP Bayu Aji Pamungkas putra Ki Anom Suroto atau Ki Sigit Ariyanto. Ada lagi sejumlah "dalang cilik” seperti Ki Yusuf Ansari. Ini tentu cukup menggembirakan. Islam, Seni, dan Budaya Almarhum KH Abdurrahman Wahid Gus Dur pernah mengatakan kalau Islam hadir bukan untuk "mengislamankan tradisi dan budaya lokal" tetapi untuk "memberi nilai" atas tradisi dan budaya setempat itu agar tidak melenceng dari nilai-nilai dan norma-norma keislaman dan kesusilaan. Jika tradisi dan budaya lokal itu sudah sangat baik, positif, bernilai, dan bermoral, serta bermanfaat untuk masyarakat banyak, maka Islam tidak mempermasalahkannya, dan bahkan turut memelihara dan menyerapnya karena memang "sudah Islami". Itulah yang dilakukan oleh Walisongo, para ulama NU, dan tokoh-tokoh muslim lainnya di Nusantara, dulu maupun kini. Mereka tidak mempermasalahkan wayang karena dianggap sebagai tradisi positif. Gus Dur bahkan salah satu tokoh muslim yang menjadi penggemar berat wayang dan sering menonton wayang maupun menanggap dalang-dalang legendaris. Bagi saya, wayang bukan hanya penting untuk dilestarikan tetapi juga penting untuk dikembangbiakkan sebagai sarana tontonan yang menghibur dan medium tuntunan yang bermanfaat. Kalau wayang diharamkan karena dianggap sebagai warisan sejarah dan tradisi/budaya pra-Islam, bukankah banyak sekali apa yang umat Islam kini "klaim" sebagai "ajaran, tradisi, atau budaya Islam" itu sebetulnya dan sesungguhnya berasal dari tradisi dan kebudayaan pra-Islam seperti dari tradisi/budaya Yahudi, Persi, Arab, Nabatea, dlsb? Beragama, termasuk berislam, tidak cukup hanya dengan berbekal dalil teks ini-itu ayat, hadis, qaul/perkataan ulama tetapi juga perlu bekal wawasan sosial-kesejarahan, ilmu pengetahuan, serta kedewasaan berpikir agar lebih arif dan bijak dalam menyikapi pluralitas dan kompleksitas femonena sosial yang terjadi di masyarakat. Sumanto Al Qurtuby Pendiri dan Direktur Nusantara Institute; Pengajar King Fahd University of Petroleum & Minerals, anggota Dewan Penasehat Asosiasi Antropologi Indonesia Pengda Jawa Tengah *Setiap tulisan yang dimuat dalam DWNesia menjadi tanggung jawab penulis. Wayang sebagai warisan budaya dapat musnah jika tidak ada penghargaan yang cukup baik dari masyarakat dan pemerintah terhadap pelaku seni wayang. Dalang sebagai pemain utama dalam wayang sebagai pemilik hak terkait di pementasan wayang perlu mendapatkan jaminan perlindungan hak ekonomi ketika acara itu disiarkan di media elektronik sehingga mereka masih bisa mendapatkan pendapatan yang cukup meskipun jadwal acara berkurang sebagai hasil dari pengembangan media elektronik dan telekomunikasi Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free UPAYA MENCEGAH HILANGNYA WAYANG KULIT SEBAGAI EKSPRESI BUDAYA WARISAN BUDAYA BANGSA Mari KusbiyantoAbstract Puppet as cultural heritage can be destroyed if no awards are pretty good of society and the government against the perpetrators of the puppet art. Performers puppet puppeteer particularly as related rights owners of the staging puppet needs to obtain assurance economic acquired rights when the show was broadcast in the electronic media so that they can still earn enough income even though the show schedule is reduced as a result of the development of electronic media and telecommunications Keywords puppet, protection, puppeteer Abstrak Wayang sebagai warisan budaya dapat musnah jika tidak ada penghargaan yang cukup baik dari masyarakat dan pemerintah terhadap pelaku seni wayang. Dalang sebagai pemain utama dalam wayang sebagai pemilik hak terkait di pementasan wayang perlu mendapatkan jaminan perlindungan hak ekonomi ketika acara itu disiarkan di media elektronik sehingga mereka masih bisa mendapatkan pendapatan yang cukup meskipun jadwal acara berkurang sebagai hasil dari pengembangan media elektronik dan telekomunikasi Kata kunci wayang, perlindungan, dalang I. Pendahuluan Sebuah peningalan budaya dapat tumbuh dan berkembang apabila ada pelaku yang terus berkarya, ada kelompok masyarakat yang mencintai budaya dan ada pemerintah yang melindungi dan memberikan fasilitas terselengaranya pementasan budaya tersebut. Wayang kulit sebagai peninggalan budaya juga memerlukan ketiga faktor tersebut untuk dapat terus tumbuh di masyarakat. Seni budaya wayang yang pada masa awal perkembangannya berjumlah cukup banyak hingga ratusan jenis saat ini tinggal berjumlah 25 yang masih ada di masyarakat. Musnahnya seni budaya wayang tersebut disebabkan karena tidak adanya pelaku yang memainkan pertunjukan di masyarakat. Pelaku seni memainkan peran yang sangat vital dalam keberadaan budaya wayang kulit sehingga apabila pelaku seni tidak mendapatkan hasil Penulis adalah Advokat pada Kusbiyanto & Co Law Office, Jakarta. Alamat kontak marikus76 590 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 yang cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya dia akan meningalkan profesinya tersebut. Keberadaan wayang tidak bisa dilepaskan dari tokoh sentral dari sebuah pertunjukan wayang yaitu Dalang. Dalang adalah seseorang yang memainkan wayang dan bertugas sebagai pemimpin pertunjukan. Dalang yang terkenal antara lain Alm. Ki Nartosabdo, Ki Anom Surata, Ki Manteb Sudarsono, Ki Entus Susmana, Ki Purba Asmara, Alm Ki Hadi Sugita, Alm Ki Timbul Hadiprayitna, Ki Gina Purwacarita. Masing-masing dalang tersebut mempunyai ciri khas dalam memainkan wayang yang membuat masyarakat menyukai setiap pertunjukan wayang yang setiap pertunjukan yang dilakukan, Dalang mempunyai hak yang dilindungi oleh HaKI yaitu hak terkait yang memungkinkan Dalang mendapatkan manfaat ekonomi atas setiap penayangan pertunjukannya di media baik radio,televisi maupun internet. Sebelumnya Dalang hanya mendapatkan manfaat ekonomi hanya dari setiap pertunjukan yang diselengarakannya yang hanya sekali didapat yaitu pada saat pertunjukan saja. Hadirnya undang-undang hak cipta nomor 28 Tahun 2014 memberikan hak pada dalang maupun pememegang hak terkait untuk mendapatkan manfaat ekonomi bukan hanya pada saat pagelaran namun juga pada saat pagelaran tersebut disiarkan oleh media baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu berupa royalti yang dapat dinikmati oleh bukan hanya dirinya namun juga ahli warisnya. Adanya royalti akan mendorong dalang dan penerusnya untuk terus berkarya sehingga wayang akan terus ada dan berkembang dari masa kemasa karena masalah utama musnahnya wayang adalah karena sedikitnya manfaat ekonomi yang diperoleh oleh pelaku wayang. II. Kaderisasi Dalang dan Perkembangan Pementasan Wayang Kulit di wilayah Jawa Indonesia kaya akan berbagai jensi wayang, menurut laporan Sekretarian Pewayangan Indonesia SENAWANGI terdapat 100 jenis wayang yang tersebur di Nusantara. Namun demikian hingga sekarang jenis wayang yang masih hidup dan bertahan di tengah-tengah masyarakat dapat dihitung dengan jari, antara lain seperti wayang kulit purwa, wayang golek Sunda, wayang Sasak NTB, wayang Bali, wayang golek Jawa, wayang Jawa Timur. Jenis-jenis wayang lain sudah jarang dipentaskan, bahkan menuju kepunahan, seperti wayang madya, wayang gedog, wayang klitik, wayang beber dan wayang kulit purwa Jawa sebelum Indonesia merdeka khususnya diwilayan surakarta mendapat pembinaan dari keraton, hal itu Ferdi Arifin, Wayang Kulit sebagai media pendidikan Budi Pekerti, ―Jurnal Sejarah dan Budaya‖, Jantra , Vol. 8, No. 1, Juni 2013, hal. 75. Guritno, P., Wayang, ―Kebudayaan Indonesia dan Pancasila‖, Jakarta Universitas Indonesia Press, 1988, hal. 48. Penyelesaian Sengketa Perselisihan Tradisional dan Ekspresi Budaya, Purnamasari 591 ditanai dengan berdirinya pendidikan dalan yang disebut Pasinaon Dhalang Surakarta Padhasuka, atas prakarsa Paku Buwana X 1983-1939 yang berdiri tahun 1923. Berkat lulusan Padhasuka maka pedalangan gaya keraton atau Surakarta dapat disebarluaskan oleh aluminya antara lain seperti Pujasumarta, yang lulus dari Padhasuka tahun 1933, yang dalam pementasannya sangat menghormati kaidah-kaidah pedalangan gaya keraton, sehingga membawa dampak terhadsap dalang-dalang yang lain dan menyebar keseluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Demikian pula Pura Mangkunegaran di bawah kepemimpinan Mangkunegara VII mendirikan pendidikan dalang yang dinamai Pasinaon Dhalang Mangkunegaran PDMN pada tahun 1931, yang melahirkan dalang tenar seperty Wignyasutarna yang menyebarluaskan gaya Mangkunegaran ke wilayan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua dalang tersebut Pujasumarta dan Wignyasutarna menjadi dalang yang paling populer dan disenangi masyarakat pada waktu itu 1940-1960, bahkan menjadi dalang kesayangan Presiden Republik Indonesia yang pertama yaitu Ir. Soekarno. Selanjutnya diikuti dalang-dalang lain yang juga mengembangkan dan menyebarluaskan pakeliran gaya Surakarta ke masyarakat pendukung pewayangan seperti Nyatacarita, Arjacarita, Warsina, Panut Darmoko. Dengan demikian pedalangan wayang kulit purwa gaya Surakarta berkembang luas berkat para lulusan Padhasuka dan PDMN, bahkan menjadi panutan dan kiblat para dalang-dalang pemula maupun para dalang yang berada di luar Surakarta. Di keraton Yogyakarta juga mendirikan pendidikan formal dalang yang dinamai Hambiwarakake Rancangan Andhalang disingkat Habhirandha, yang didirikan atas prakarsa Hamengkubuwana VIII 1912-1939, yang berdiri tahun 1925. Lulusan Habhirandha yang menjadi dalang tenar dan diterima oleh masyarakat antara lain Timbul Hadiprayitno. Dalang Timbul yang menyebarluaskan gaya pakeliran keraton Yogyakarta atau gaya Mataraman ke seluruh Jawa Tengah, DIY, dan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kemudian disusul dalang – dalang lain seperti Suparman, Hadi Sugita dan lain-lainnya. Dengan demikian perkembangan wayang kulit purwa Jawa didominasi dua gaya, yaitu gaya Surakarta dan gaya Yogyakarta yang tersebar luas ke seluruh Nusantara bahkan ke mancanegara atau ke tingkat nasional maupun tingkat internasional. Pada tahun 1950-1960 wayang kulit purwa Jawa baik gaya Surakarta dan Yogyakarta mengalami perkembangan yang luas baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, dan gaya keraton masih menjadi panutan para dalang pada umumnya. Di samping wayang kulit, wayang golek Jawa juga hidup di tengah masyarakat terutama di daerah Sentolo Yogyakarta, Kebumen dan daerah pesisiran seperti di Tegal, Pekalongan. Disisi lain wayang madya dan wayang gedog masih sering dipentaskan terutama di keraton Surakarta dan di pura Mangkunegaran. Pada era itu dalang yang mendapat tempat di masyarakat dan 592 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 sangat terkenal antara lain Pujasumarta dari Klaten, Nyatacarita dari Kartasura, Arjacarita, Wignyasutarna, Warsina Gunasukasna. Kehidupan seni pertunjukan wayang di tengah masyarakat di samping menyertai reite de passages juga menyertai upacara seremonial seperti peresmian gedung baru, pembukaan jembatatan menyertai ritual desa bersih desa, nyadranan, suran, sedekah laut, ruwatan dan sebagainya. Kepopuleran para dalang tersebut di atas makin menurun setelah Nartasabda muncul pada tahun 1957/1958. Dalang Nartasabda tampil dengan gaya pedalangan yang berbeda dengan kaidah pedalangan keraton walaupun ia menganut pakeliran gaya Surakarta, bahkan para guru-guru dalang yang diserap Nartasabda seperti Pujasumarta, Wignyasutarna, pakelirannya murni gaya keraton Surakarta dan gaya Mangkunegaran. Nartasabda meramu gaya pedalangan para dalang ternama seperti humornya meniru Nyatacarita, sabet menuri Arjacarita, sedangkan catur dan dramatik serta sanggit meniru Pujasumarta dan Wignyasutarna. Kehadiran Nartasabda dalam jagad pedalangan memberi warna tersendiri pada wauju pakeliran wayang gaya pedalangan yang mencakup janturan, genem, pocapan, banyol, gendhing-gendhing, sulukan dan sanggit berbeda dengan pakeliran pada umumnya. Menurut Nartasabda pakelirannya disesuaikan dengan prekembanan zaman dan perubahan masyarakat, maka karya pakelirannya disebut pedhalangan gaya baru. Ia yang memadukan gaya pakeliran Surakarta dan gaya pakeliran Mataraman pertama kali, bahkan mencampur adukan gendhing wayangan Surakarta dengan gendhing wayangan Yogyakarta, sulukan, dhodogan dan keparakan gaya Mataraman terutama pada agegan gara-gara. Garapan pakeliran Nartasabda menimbulkan barbagai komentar dari para pendukung pewayangan antara lain dikatakan bahwa, pembaharuan yang hebat dalam jagad pedalangan dirintis oleh Nartasabda, serta ia mumlai gaya lucu untuk narasi bahkan dari awal pertunjukan atau jejer sudah mamasukan humor. Walaupun gaya pedalangannya menimbulkan pro dan kontra di kalangan para pendukung wayang, tetapi ia mendapat sambutan di tengah-tengah masyarakat, bahkan gaya pedalangannya sebagai kiblat para dalang yunior dan para dalang generasi penerus. Pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1986 Nartasabda berada di puncak ketenarannya yang membuat kehidupan jagad pewayangan lebih semarak dan berkembang, terutama wayang kulit yang mengambil cerita Mahabarata. Jagad pedalangan pada waktu itu tidak hanya menggarap masalah esensi lakon atau masalah kejiwaan saja, tetapi pedalangan juga dititipi pesan-pesan dari pemerintah terutama yang menyangkut kebijakan pemerintah atau pesan-pesan yang berupa propaganda untuk kepentingan golongan tertentu. Maka dunia pewayangan semakin semarak dan hidup subur di tengah masyarakat pendukung wayang, tidak hanya sebagai hiburan rohani tetapi juga sebagai media hiburan, penerangan, alat propaganda, pendidikan dan juga alat dakwah. Bentuk wayang yang lain seperti wayang golek Jawa, wayang madya, wayang gedog, wayang klitik semakin tersisih dari tengah-tengah masyarakat oleh karena wayang-wayang itu tidak fleksibel seperti wayang kulit purwa. Di Penyelesaian Sengketa Perselisihan Tradisional dan Ekspresi Budaya, Purnamasari 593 samping itu jeis-jenis wayang itu kurang dikenal oleh masyarakat bahkan sumber ceritanya kurang dipahami oleh pendukung wayang, karena wayang madya mengambil cerita dari Serat Pustaka Raja Purwa, wayang gedog ceritanya mengambil dari cerita Panji; dan wayang Golek jawa ceritanya mengambil dari Serat Menak; wayang krucil mengambil dari Serat Damarwulan, sedangkan wayang kulit ceritanya mengambil dari Mahabarat atau Ramayana yang tokoh-tokohnya sangat akrab dan dikenal dimengerti oleh masyarakat luas pendukung wayang, terutama tokoh-tokoh Pandawa dan Korawa. Pada tahun 1990, pertunjukan wayang kulit mengalami perubahan yang mendasar, yaiut munculnya garapan wayang yang disajikan oleh dua sampai tiga dalang atau wayang layar panjang yang menyajikan satu lakon tetapi dilakukan oleh tiga orang dalang. Posisi para swarawati atau pesindhen duduk di tengah-tengah selanya layar atau kelir, dan instrumen gamelan yang untuk mengiringi tidak hanya gamelan slendro dan pelog, tetapi ditambah instrumen non gamelan seperti drum, keyboard, dan lain sebagainya. Demikian pula ditambah penyanyi dan pelawak yang ikut dalam pertunjukan wayang bahkan para penari. Pertunjuka wayang seperti ini dipelopori oleh Ganasidi Lembaga pembina seni pedalangan Jawa Tengah yang dinamakan wayang pantap. Dengan demikian perkembangan wayang kulit di Jawa semakin semarak dan rame terutama untuk fungsi yang bersifat hedonistik atau hiburan sesaat. Garapan pakeliran seperti ini tampaknya terus berlanjut bahkan terus diikuti oleh para dalang yunior, bahkan menjadi model pertunjukan wayang dewasa ini. Setiap pertunjukan wayang di daerah maupun di kota yang dilakukan oleh dalang yang sudah laku atau baru pemula selalu menggunakan musik non gamelan, memasukan pelawan dan penyanyi, bahkan musik campur sari juga masuk dalam pertunjukan waktu seni pertunjukan wayang didukung oleh raja atau penguasa government support, terbentuk tradisi pedalangan gaya keraton yang dikukuhkan dalam pendidikan formal dalang seperti Padhasuka dan Habirandha seperti Padhasuka dan Habirandha. Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi bahwa, pertunjukan wayang dewasa ini didukung oleh masyarakat communal support, artinya masyarakat yang menghidupi dan menanggap wayang untuk berbagai kepentingan seperti menyertai perkawinan, khitanan, ulang tahun, syukuran dan sebagainya. Dengan demikian pedalangan yang didukung oleh masyarakat akan melahirkan gaya pedalangan yang baru yang sesuai dengan selera masyarakat. Hal itu juga dikatakan oleh Arnold Hauser dalam bukunya The Sociology of Art 1974, yang menyatakan bahwa, seni merupakan produk masyarakat maka pandangan masyarakat tertentu akan mempengaruhi wujud seni yang dihasilkan oleh masyarakat itu. Bertolak dari pemikiran Hauser, maka pertunjukan wayang kulit purwa Jawa juga Hasrinuksmo B., ―Ensiklopedi Wayang Indonesia‖, Jakarta Sena Wangi, 1999, hal. 64. 594 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 mengalami perubahan baik dari teknis pakelirannya, maupun tanggapan penonton terhadap ertunjukan wayang. Hal ini terjadi karean wayang merupakan bagian dari kebudayaan tidak luput dari pengaruh kebudayaan modern, dan tidak jarang bentuk-bentuk kesenian termasuk wayang diciptakan untuk kebutuhah praktis dan mengikuti selera pasar serta kurang memperhatikan nilai estetis. Fenomena yang terjadi dalam jagad pedalangan sekaran ini mengisyaratkan adanya pergeseran cara pandang masyarakat baik para pelaku wayang dalang, maupun penonton dalam menyikapi pertunjukan wayang. Bentuk pakeliran wayang dewasa ini yang dikemas untuk kepentingan massa, harus menyesuaikan dengan selera penonton yang telah mengalami perubahan, karean pertunjukan wayang merupakan akulturasi antara selera estetis penonton dengan selera estetis dalang. Dampak dari pergeseran pertunjukan wayang dewasa ini, maka terjadi kekaburan nilai-nilai, nilai lama telah ditinggalkan, sedangkan nilai-nilai baru belum mantap fungsinya bahkan belum ditemukan, hal itu tercermin dalam setiap pertunjukan wayang kulit masa kini. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa sajian pakeliran wayang dewasa ini ada kecenderungan makin berkembang menjadi bentuk-bentuk hiburan sebagai komoditi komersial. Dengan demikian pertunjukan wayang dewasa ini secara kuantitas masih menggembirakan , walaupun diterpa oleh arus modernisasi dan kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi. Pakeliran wayang masih tetap eksis di tengah-tengah masyarakat pendukungnya walaupun dalam sajiannya aspek yang bebentuk sakral, magis dan simbolis serta kadnungan nilai artistik, nilai kultural dan nilai moral religius tampak semu. Pertunjukan wayang kulit purwa tradisi baik gaya Surakarta maupun gaya Yogyakarta hingga sekarang masih segar, hidup di tengah masyarakat pendukung budaya Jawa oleh karena adanya fkator internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang datang dari para senimannya atau para pelaku wayang selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, ia mencoba membuat garapan baru atau pengembangan wayang baru. Hal itu ditandai dengan munculnya bentuk-bentuk pertunjukan wayang, seperti bentuk pakeliran wayang padat, wayang layar lebar, wayang sandosa, wayang multimedia, wayang kemasan dan sebagainya. Hal itu di dukung dengan hadirnya pendidikan formal dalang yang berbentuk akademis seperti Institut Seni Indonesia yang memiliki program studi seni pedalangan. Sedangkan faktor eksternal yang datang dari para penonton atau pendukung wayang, mereka beranggapan bahwa pertunjukan wayang di dalamnya terkandung nilai-nilai historis, nilai filosofis, pedagogis dan niali simbolis. Bahkan mereka memandang bahwa pertunjukan wayang merupakan pandangan hidup masyarakat Jawa terutama lakon yang mengisahkan Pandawa dan Korawa. Sedangkan menurut peniliti asing B. Anderson bahwa mitologi wayang berkaitan dengan eksistensial orang Jawa. Bagai para politikus dan para pengambil kebijakan pemerintah bahwa pertunjukan wayang kulit merupakan media yang ampuh untuk menyebar luaskan ide-ide pembangunan, maupun untuk mempengaruhi aspirasi politik untuk golongan partai tertentu. Penyelesaian Sengketa Perselisihan Tradisional dan Ekspresi Budaya, Purnamasari 595 Pertunjukan wayang ternyata juga mengalami perubahan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dari yang semula ketat akan aturan-aturan menjadi longar mengikuti trend yang ada agar disukai oleh masyarakat. Semua perubahan tersebut tidak lepas dari faktor ekonomi, bila pertunjukan disukai masyarakat maka banyak masyarakat akan melihat pertunjukan baik secara langsung dalam sebuah pagelaran wayang kulit maupun melalui media elektronik dan ketika pertunjukan banyak dilihat dan diliput dalang akan mendapatkan banyak penghasilan dari kegiatan pementasan dan peliputan tersebut. III. Pertunjukan Wayang Kulit Seni memainkan wayang yang biasa disebut pagelaran, merupakan kombinasi harmonis dari berbagai unsur kesenian. Pada pagelaran wayang kulit dituntut adanya kerjasama yang harmonis baik unsur benda mati maupun benda hidup manusia. Unsur benda mati yang dimaksud adalah sarana dan alat yang digunakan dalam pagelaran wayang kulit. Sementara unsur benda hidup manusia adalah orang-orang yang berperan penuh dalam seni pagelaran wayang kulit. 1. Unsur Benda Unsur benda yang ada dalam pagelaran wayang kulit adalah alat-alat yang berupa benda tertentu yang digunakan dalam pagelaran wayang tersebut. Bahkan terdapat unsur materi yang harus ada karena tidak bisa digantikan. Unsur materi yang dimaksud antara lain wayang yang terbuat dari kulit lembu, kelir, debog batang pohon pisang, seperangkat gamelan, keprak, kepyak, kotak wayang, cempala, dan blencong. Seperangkat alat tersebut harus ada, karena alat-alat tersebut tidak bisa digantikan. Akan tetapi pada perkembangan zaman ada modifikasi atau pengubahan yang bibuat berdasar kebutuhan atau kreatifitas seniman, namun keberadaan wayang dan kelir tidak bisa ditinggalkan. 1 Wayang kulit Jawa tentunya terbuat dari kulit. Pada umumnya terbuat dari kulit sapi namun ada juga yang dibuat dari kulit kambing. Proses pembuatannya pun cukup lama, mulai dari direndam lalu di gosok terus dipentang supaya tidak kusut kemudia dibersihkan bulu-bulunya. Baru setelah itu diberi pula untuk kemudian ditatah sesuai dengan gambar pola, dan terakhrir diwarnai. Jadilah wayang hasil kreasi seni pahat dan seni lukis. 2 Gamelan adalah seperangkat alat musik perkusi dan petik serta gesek yang mengiringi pagelaran wayang. Jumlahnya sangat banyak. Macam gamelan antara lain bonang, gambang, gendang, gong, siter, kempul, dll. Gamelan dimainkan secara bersama- 596 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 sama membentuk alunan musik yang biasa disebut gending. Inilah seni kreasi musik dalam pagelaran wayang. 3 Kelir adalah layar lebar yang digunakan pada pertunjukan wayang kulit. Pada rumah Joglo, kelir di pasang pada bagian „pringgitan‟. Bagian ini merupakan bagian peralihan dari pada ranah publik, pendopo dengan ranah privat, ndalem atau nggandok. Oleh karena itu penonton wayang kulit yang tergolong keluarga, pada umumnya nonton di bagian dalam ndalem, yang sering dianggep nonton mburi kelir. Nonton di belakang kelir ini memang benar-benar „wewayangan‟, atau bayang-bayang. Lihat buku „Aspek Kebudayaan Jawa Dalam Pola Arsitektur Bangunan Domestik dan Publik‟ Subanindyo, 2010. Dari sinilah pengaruh blencong yang seolah-olah „menghidupkan‟ wayang akan dapat terlihat lihat Blencong. Penonton juga tidak terganggu oleh adanya gamelan. Bagi penonton publik, mereka menonton didepan kelir, sehingga selain dapat melihat keindahan dari pada peraga wayang itu sendiri, oleh karena tatah dan sungging-nya, berikut simpingannya, juga dapat menyaksikan deretan pesinden atau waranggana manakala ada. Sayang, menyaksikan dari sisi ini selain tak dapat menyaksikan pengaruh blencong, dimana wayang seolah-olah menjadi hidup, juga terkadang terhalang oleh gamelan, terutama gayor untuk kempul dan gong. 4 Debog adalah batang pisang yang digunakan untuk menancapkan wayang simpingan. Di simping artinmya dijajar. Baik yang dimainkan maupun yang yang dipamerkan display, digunakan „debog‟. Barang tentu untuk ―menancapkan‖ wayang yang di-display juga ada aturan-aturan tertentu. Mana wayang yang harus ada disebelah kanan ki dalang, mana pula yang harus berada disebelah kirinya. Tugas „menyimping‟ ini sesungguhnya tidak terbatas hanya memasang wayang yang harus di-display, akan tetapi juga mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang. Misalnya menyediakan wayang-wayang yang akan digunakan play sesuai urutan adegannya, menempatkan kotak wayang berikut keprak dan kepyaknya, menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur sumbu blencong, lampu minyak yang khas digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, dan lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan konsumsi makan minum, rokok untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang dibantu oleh anak-anak muda sebagai salah satu media pendidikan untuk mengenali dan akhirnya mencintai wayang. 5 Blencong adalah lampu minyak minyak kelapa – lenga klentik yang khusus digunakan dalam pertunjukan wayang kulit. Design-nya juga khusus, dengan cucuk paruh dimana diujungnya akan menyala api sepanjang malam. Oleh karenanya Penyelesaian Sengketa Perselisihan Tradisional dan Ekspresi Budaya, Purnamasari 597 seorang penyimping harus mewaspadai pula keadaan sumbu blencong tersebut manakala meredup, atau bahkan mati sama sekali. Tak boleh pula api itu berkobar terlampau besar. Karena akan mobat-mabit. Kalaupun lampu penerangan untuk dalang pada masa sekarang sudah menggunakan listrik, sesungguhnya ada fungsi dasar yang hilang atau dihilangkan dari penggunaan blencong tersebut. Oleh karena blencong adalah lampu minyak, maka apinya akan bergoyang manakala ada gerakan-gerakan wayang, lebih-lebih waktu perang, yang digerakkan oleh ki dalang. Ada kesan bahwa ayunan api kumlebeting agni dari blencong itu seolah-olah memberikan nafas dan atau menghidupkan wayang itu sendiri. Hal yang tak terjadi manakala penerangan menggunakan listrik atau tromak petromax. Saat ini blencong sudah jarang digunakan. Dianggap kurang praktis dan merepotkan. 6 Kotak wayang berukuran 1,5 meter kali 2,5 meter ini akan merupakan peralatan dalang selain sebagaimana sudah diutarakan merupakan tempat menyimpan wayang, juga sebagai „keprak‟, sekaligus tempat menggantungkan „kepyak‟. Dari kotak tempat menyimpan wayang ini juga akan dikeluarkan wayang, baik yang akan ditampilkan maupun yang akan di-simping. Di-simping artinya dijajar, di-display di kanan dan kiri layar kelir yang ditancapkan di debog batang pisang. Kotak akan ditaruh dekat dalang, di sebelah kiri, dan ditentang yang dekat dalang ditempatkan kepyak. Sedang kepraknya justru bagian dari kotak yang dipukul dengan cempala. Keprak adalah suara dhodhogan sebagai tanda, disebut sasmita, dengan jenis tertentu diwujudkan pemukulan pada kotak dengan menggunakan cempala. Sementara pada kepyak, berupa tiga atau empat lempengan logam kuningan/gangsa atau besi yang digantungkan pada kotak, juga dipukul dengan cempala, dalam bentuk tanda tertentu, juga sebagai sasmita atau tanda-tanda untuk – selain mengatur perubahan adegan – merubah, mempercepat, memperlambat, sirep, menghentikan atau mengganti lagu gendhing. Terdengar nada yang berbeda antara kepyak wayang kulit Jogya dan gaya Surakarta. 7 Cempala merupakan piranti sekaligus ‗senjata‟ bagi dalang untuk memberikan segala perintah, baik kepada wiraniyaga, wiraswara maupun waranggana. Bentuknya sangat artistik, bagaikan meru. Ia bisa dipukulkan pada kotak, sebagai keprak, bisa pula ke kepyak, tiga/empat lempengan logam yang digantungkan pada kotak wayang. Pada saat ke dua tangan dalang sedang memegang wayang – dan ini yang unik – maka tugas untuk membunyikan keprak maupun kepyak, dengan tetap menggunakan cempala, dilakukan oleh kaki kanan ki dalang. 598 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 Cempala – dengan desain sedemikian rupa itu – akan dijepit di antara ibu jari dan jari telunjuk berikutnya. Menggunakan cempala memerlukan latihan untuk memperoleh tingkatan ketrampilan tertentu. Memukul kotak dengan cempala, Ki Dalang dapat memilih berbagai kemungkinan pembangun suasana dengan dhodhogan, seperti ada-ada, pathetan, kombangan. Dapat pula sebagai perintah kepada karawitan untuk mengawali, merubah, sirep, gesang atau menghentikan gamelan. Juga dapat digunakan untuk memberikan ilustrasi adegan, seperti suara kaki kuda, suara peperangan dan lain-lain. Artinya, ketika ke dua belah tangan ki dalang sedang memainkan wayang, maka keprak atau kepyak dapat juga berbunyi. Suatu keprigelan yang jarang dapat dilihat oleh para penonton wayang, karena biasanya ia sedang asyik mengikuti adegan yang ditampilkan di kelir layar. Padahal untuk mencapai tingkat keprigelan tersebut, seorang dalang harus melakukan latihan-latihan yang intensif. Betapa tidak, keempat anggota badan, tangan dan kaki harus terus bergerak, sementara pikiran dan pandangan terfokus pada apa yang dilakukannya di layar/kelir. 2. Unsur Manusia Dalang, penyimping, penabuh, dan sinden adalah orang-orang yang berperan penting dalam kelancaran dan keberhasilan sebuah pagelaran wayang. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kemahiran khusus dalam bidangnya masing-masing. Berkat kemahiran khusus tersebut, terkadang mereka tidak bisa digantikan oleh sembarang orang. 1 Dalang adalah sutradara, pemain, artis, serta tokoh sentral dari pada suatu pertunjukan wayang. Tanpa dalang, maka pertunjukan wayang itu tidak ada. Apalagi untuk dalang pada pertunjukan wayang kulit. Komunikasi antara dalang dengan unit pendukung, perlengkapan dan peralatan pertunjukan wayang merupakan komunikasi yang unik. Melalui segenap indera yang dimilikinya, ia berkomunikasi dengan kompleksitas orang dan peralatan yang lazim digunakan dalam suatu pertunjukan wayang. Tanpa suatu skenario yang dipersiapkan terlebih dahulu, namun wayang tampil secara spontan, kompak dan tidak pernah mengalami „out of order‟, semalam suntuk. Sungguh suatu bentuk teater yang ―aneh‖ karena meskipun tanpa suatu skenario - padahal dalang dapat memilih beratus lakon atau cerita baku babon-pakem, carangan, anggitan sanggit – tontonan dapat berjalan mulus dari jejeran sampai tancep kayon. 2 Penyimping adalah orang yang membantu dalang dalam menyiapkan wayang yang di jajar disimping pada debog Penyelesaian Sengketa Perselisihan Tradisional dan Ekspresi Budaya, Purnamasari 599 simpingan. Tugas ‗menyimping ini sesungguhnya tidak terbatas hanya memasang wayang yang harus di-display, akan tetapi juga mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang. Misalnya menyediakan wayang-wayang yang akan digunakan play sesuai urutan adegannya, menempatkan kotak wayang berikut keprak dan kepyaknya, menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur sumbu blencong, lampu minyak yang khas digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, dan lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan konsumsi makan minum, rokok untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang dibantu oleh anak-anak muda sebagai salah satu media pendidikan untuk mengenali dan akhirnya mencintai wayang. 3 Panjak adalah orang yang bertugas memainkan gamelan. Orang-orang yang bertugas sebagai penabuh gamelan harus mempunyai kemahiran khusus dalam memainkan lagu gendhing sesuai dengan permintaan si dalang. Permintaan si dalang tentunya tidak verbalistik, namun penabuh gamelan diharuskan memahami isi cerita/lakon wayang dan gendhing yang dimainkan hendaknya diselaraskan dengan lakon cerita wayang. Hal inilah menuntut ketajaman intuisi bagi penabuh gamelan dalam pagelaran wayang, karena dalam pagelaran wayang tidak disediakan notasi musik dalam memainkan gamelan. Semuanya menggunakan intuisi seniman. 4 Waranggana adalah penyanyi wanita dalam seni karawitan yang dimainkan dalam pagelaran wayang kulit. Lazim juga disebut pesinden. Penyanyi ini selain harus mempunyai kemahiran dalam menyanyi dengan suara yang merdu, namun juga ketahanan fisik yang prima. Hal ini diperlukan karena biasanya pagelaran wayang kulit itu dilaksanakan semalam suntuk. Tentu harus mempunyai fisik yang sehat dan kuat untuk melantunkan lagu-lagu jawa serta menahan kantuk mulai senja hingga pagi hari. Semua unsur tersebut dipimpin dan digerakkan oleh seorang Dalang sehingga bisa menjadi pertunjukan yang menarik. Pertunjukan wayang membutuhkan semuah hal tersebut sehingga untuk setiap pementasan wayang kulit memerlukan biaya yang cukup besar. Masing-masing dalang mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam memainkan wayang dan memimpin pertunjukan pagelaran wayang dan hal tersebut menjadi pembeda dalam setiap pertunjukan yang dilakukannya. 600 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 IV. Hak Ekonomi Dalang Dalam Pertunjukan Wayang Kulit Dalang sebagai pelaku utama dari sebuah pertunjukan wayang kulit memiliki hak yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta yaitu hak terkait. Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak ekslusif bagi pelaku pertunjukan, producer fonofram, atau lembaga penyiaran Pasal 1 ayat 4. Hak terkait memberikan hak kepada Dalan untuk dapat melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan Pasal 23 ayat 2 a. Penyiaran atau Komunikasi atas pertunjukan Pelaku Pertunjukan; b. Fiksasi dari pertunjukannya yang berlum difiksasi; c. Penggandaan atas Fiksasi pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun d. Pendistribusian atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya e. Penyewaan atas fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik; dan f. Penyediaan atas Fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik Untuk mendapatkan haknya tersebut tentu Dalang dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk mengawasi pihak yang mempergunakan hak terkait yang dimilikinya dan meminta serta mengumpulkan royalti atas pengunaan hak terkait tersebut. Pihak yang dapat diberikan kuasa oleh Dalang untuk mendapatkan haknya tersebut adalah Lembaga Manajemen Kolektif Nasional. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional merupakan Lembaga yang diamanatkan oleh Undang-undang Hak Cipta yang baru, yaitu Undang-undang No. 28 Tahun 2014 selanjutnya disebut UUHC 2014. Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalty. Bahwa ketentuan tentang Lembaga Manajamen Kolektif disebutkan didalam UUHC 2014 diterangkan bahwa "Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial". Dan Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak harus membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait, melalui Lembaga Manajemen Kolektif. Sebenarnya bagaimanakah prosedur untuk mendirikan Lembaga Manajemen Kolektif menurut UUHC 2014. Bahwa menurut ketentuan UUHC 2014 diterangkan bahwa Izin operasional Lembaga Manajemen Kolektif harus memenuhi syarat a. berbentuk badan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba; Penyelesaian Sengketa Perselisihan Tradisional dan Ekspresi Budaya, Purnamasari 601 b. mendapat kuasa dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti; c. memiliki pemberi kuasa sebagai anggota paling sedikit 200 dua ratus orang Pencipta untuk Lembaga Manajemen Kolektif bidang lagu dan/atau musik yang mewakili kepentingan pencipta dan paling sedikit 50 lima puluh orang untuk Lembaga Manajemen Kolektif yang mewakili pemilik Hak Terkait dan/atau objek Hak Cipta lainnya; d. bertujuan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti; dan e. mampu menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait. Royalty menurut UUHC 2014 adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Sedangkan Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. Dan sebagaimana diketahui bersama di Indonesia memang sudah ada Lembaga Manajemen Kolektif sebagai lembaga yang bertugas untuk menghimpun dan mendistribusikan royalty dari pencipta, pemegang hak cipta dan atau pemilik hak terkait, Lembaga Manajemen Kolektif yang sekarang sudah ada diantaranya adalah YKCI, WAMI dan Lembaga Manajemen Kolektif selanjutnya disebut LMK lainnya yang secara Legal sudah terdaftar dan mewakili kepentingan pencipta, pemegang hak cipta dan atau pemilik hak terkait. Lembaga Manajemen Kolektif merupakan kepanjangan tangan dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait untuk menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial, sehingga mereka mendapatkan pemanfaatan ekonomi terhadap karya cipta mereka yang digunakan dan dimanfaatkan secara komersiil. Bahwa UUHC 2014 didalam Pasal 10 disebutkan bahwa; Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya. Ketentuan Pasal 10 dimaksudkan bahwa setiap pusat perdagangan baik itu dalam skala kecil maupun besar mall harus bisa mengontrol dan mencegah setiap jenis usaha yang ada didalamnya yang menggunakan atau memanfaatkan hak-hak yang terdapat didalam hak cipta yang pemanfaatannya secara komersiil harus tunduk terhadap ketentuan UUHC 2014. Kepatuhan untuk tertib didalam ketentuan UUHC 2014 tersebut diakses tanggal 10 Desember 2015. 602 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 diharapkan bisa melindungi pencipta dan pemilik hak terkait serta pemegang hak cipta dari tindakan-tindakan pemanfaatan atas hak-hak mereka secara tidak benar tidak mendapatkan izin. Dan ketentuan Pasal 10 ini juga menekankan bahwa bahwa setiap tempat usaha yang berada dilingkup tempat perdagangan, misalnya restoran, cafe, dan usaha lainnya yang sejenis yang memanfaatkan hak cipta dalam bentuk hak terkait untuk kepentingan komersiilnya, harus benar-benar sudah sesuai dengan ketentuan UUHC 2014. Lembaga Manajemen Kolektif yang ada saat ini baru ada untuk karya cipta yang berbenuk lagu sehingga perlu dibentuk Lembaga Manajemen Kolektif yang menjadi kepanjangan tangan dari Dalang untuk memperoleh haknya. Memang diakui bila saat ini stasiun televisi dan tempat-tempat hiburan yang menayangkan pertunjukan wayang kulit masih jarang sehingga belum ada yang membentuk lembaga tersebut. Peran pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan untuk mendorong disiarkannya penayangan wayang kulit di setasiun-setasiun televisi baik stasiun televisi pemerintah maupun swasta. Pemerintah dapat menjadi motor bagi gerakan mencintai budaya wayang kulit dengan menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan Dalang untuk melakukan pertunjukan seperti tempat pertunjukan, menyelengarakan acara-acara pemerintah dengan hiburan wayang kulit serta memberikan insentif kepada Dalang untuk melakukan pertunjukan. V. Wayang Kulit sebagai Ekpresi Budaya TradisionalPengertian ekspresi budaya tradisional adalah segala bentuk ekspresi, baik material benda maupun immaterial tak benda, atau kombinasi keduanya yang menunjukkan keberadaan suatu budaya dan pengetahuan tradisional yang menunjukkan keberadaan suatu budaya dan pengetahuan tradisional yang bersifat turu-temurun. Wayang kulit berdasarkan pengertian tersebut termasuk ekspresi budaya tradisional yang dimiliki olen negara Indonesia sedangkan kelompok masyarakat yang telalh memelihara, mengembangkan, memanfaatkan, atau melestarikannya disebut sebagai insan budaya. Dalam hal pengembangan wayang kulit sebagai ekspresi budaya tradisional pemerintah mempunyai wewenang untuk a. menetapkan kebijakan nasional tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; b. mengoordinasikan dan melaksanakan pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; dan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Penyelesaian Sengketa Perselisihan Tradisional dan Ekspresi Budaya, Purnamasari 603 c. memfasilitasi dan memperkuat para Insan Budaya dan masyarakat dalam pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Pihak yang ingin memanfaatan wayang kulit seagai ekpresi budaya tradisional dapat dilakukan dengan tujuan komersial dan non komersial. Pemanfaatan secara komersial dapat diukur berdasarkan skala ekonomi tertentu berdasarkan a. komponen minimal tingkat keuntungan; b. tingkat inflasi; c. tingkat daya beli masyarakat; d. keberadaan Hak Kekayaan Intelektual. Pemanfaatan wayang kulut sebagai Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dengan tujuan nonkomersial terdiri atas a. penelitian dalam rangka perlindungan dan pelestarian pengetahuan Tradisional dan ekspresi budaya tradisional; b. penelitian dalam rangka tujuan pendidikan; c. pemanfaatan secara tradisional oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Pembagian manfaat ekonomi dari wayang kulit dilakukan untuk a. mengembangkan pengetahuan tentang wayang kulit tersebut; b. membuka peluang bagi masyarakat dalam memperoleh manfaat ekonomi dari wayang kulit sebagai ekspresi budaya tradisional. Berdasarkan ketentuan PTEBT Pemerintah, Pemeritah Daerah, atau Pengguga wajib melakukan upaya Pelestarian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dengan menggunakan berbagai sumber daya, sarana, dan prasarana secara aktif. Pelestarian tersebut mencakup kegiatan inventarisasi, identifikasi, dokumentasi, penelitian, revitalisasi, dan Promosi, baik dengan menggunakan perangkat modern maupun dengan cara tradisional, termasuk melalui pendidikan formal dan nonformal. Selain kewajiban untuk melestarikan, pemerintah juga punya kewajiban untuk melindungi wayang kulit sebagai ekspresi budaya tradisional dan langkah-langkahnya meliputi pengawasan, pembinaan, gugatan perdata, pencabutan izin, atau penuntutan pidana. VI. Perlindungan Wayang Kulit Wayang kulit sebagai peningalan budaya sangat rentan untuk musnah apabila tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk melestarikannya baik 604 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Wayang kulit sebagai kebudayaan dapat dilestarikan dalam dua bentuk yaitu1. Culture Experience Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural. contohnya, jika kebudayaan tersebut berbentuk tarian, maka masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih dalam menguasai tarian tersebut. Dengan demikian dalam setiap tahunnya selalu dapat dijaga kelestarian budaya kita ini. 2. Culture Knowledge Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi kedalam banyak bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan daerah. Dengan demikian para Generasi Muda dapat mengetahui tentang kebudayaanya sendiri. Selain dilestarikan dalam dua bentuk diatas, wayang kulit juga dapat dilestarikan dengan cara mengenal budaya wayang kulit itu sendiri. Dengan hal ini setidaknya kita dapat mengantisipasi pencurian kebudayaan yang dilakukan oleh negara-negara lain. Penyakit masyarakat kita adalah mereka terkadang tidak bangga terhadap produk atau kebudayaannya sendiri. Kita lebih bangga terhadap budaya-budaya impor yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya kita sebagai orang timur. Budaya daerah banyak hilang dikikis zaman. Oleh sebab kita sendiri yang tidak mau mempelajari dan melestarikannya. Akibatnya kita baru bersuara ketika negara lain sukses dan terkenal dengan budaya yang mereka curi secara diam-diam. Selain itu peran pemerintah dalam melestarikan budaya wayang kulit juga sangatlah penting. Bagaimanapun pemerintah memiliki peran yang cukup strategis dalam upaya pelestarian kebudayaan daerah ditanah air. Pemerintah harus mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya pelestarian kebudayaan nasional. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk menampilkan wayang kulit pada setiap event-event akbar nasiona. Hal tersebut harus dilakukan sebagai upaya pengenalan kepada generasi muda, bahwa wayang kulit yang ditampilkan itu adalah warisan dari leluhurnya dan bukan berasal dari negara tetangga. Demikian juga upaya-upaya melalui jalur formal pendidikan. Masyarakat harus memahami dan mengetahui berbagai kebudayaan wayang kulit yang kita miliki. diakses pada tanggal 10 Desember 2015. Penyelesaian Sengketa Perselisihan Tradisional dan Ekspresi Budaya, Purnamasari 605 Selain langkah tersebut yang terpenting adalah memperhatikan kesejahteraan dari pelaku wayang kulit. Seniman yang menjalani profesi wayang kulit harus diperhatikan kesejahtaraanya, peningkatan kesejahtaraan akan mendorong pelaku seni wayang untuk merasa tenang dalam menjalani prosfesinya. Cara memperhatikan kesejahtaraan juga dapat ditempuh dengan cara mengangkat setiap Dalang yang mengisi pementasan wayang kulit secara rutin di Stasiun radio atau televisi pemerintah sebagai pegawai Pemerintah Daerah Perhatian pemerintah kepada pelaku seni juga dapat diberikan dalam bentuk menyediakan tempat untuk menyelengarakan pementasan wayang kulit. Sebagaimaan diuraikan dimuka bahwa pementasan wayang kulit hanya dilakukan apabila ada yang mengundang sehingga pementasannya tidak bisa dilakukan secara rutin. Adanya tempat untuk pementasan wayang kulit memungkinkan pementasan dapat dilakukan secara terjadwal sehingga para Dalang dapat bergantian melakukan pementasan. Peran pemerintah dalam memajukan budaya wayang kulit dapat dilakukan dengan membantu promosi terhadap kegiatan pementasan wayang kulit, juga perlu dilakukan, promosi tersebut dilakukan ke sekolah-sekolah. Sekolah dapat membuat sebuah kegiatan ekstrakulikuler yang mewajibkan siswanya untuk melihat pertunjukan wayang kulit dan mebuat laporan atas tugas tersebut. 606 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-45 Oktober-Desember 2015 Daftar Pustaka Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Arifin, Ferdi. Wayang Kulit sebagai media pendidikan Budi Pekerti, ‖Jurnal Sejarah dan Budaya Jantra‖, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 75. Amir, H. Nilai-Nilai Etis Dalam Wayang, Jakarta Pustaka Sinar Harapan, 1991. Guritno, P. Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila. Jakarta Universitas Indonesia Press, 1988. Hasrinuksmo B. Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jakarta Sena Wangi, 1999. Ismaun, B. Peranan Koleksi Wayang dalam Kehidupan Masyarakat. Yogyakarta Depdikbud, 1990. Soedarsono. Beberapa Catatan Tentang Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta Konservatori Tari Indonesia di Yogyakarta, 1970. Walujo K. Dunia wayang. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2000. anonim. 2008. Perlindungan warisan budaya. anonom. 2009. Makalah perubahan kebudayaan karena dari luar. luar/ ... As long as the Wayang can evolve together with the community that supports it, creatively adapt to changes whilst not losing the core heritage aesthetics, the relevance of this art form is significantly critical to overcome the efforts of facing extinction Sulanjari et al., 2020. Furthermore, the versatility of this artform has further contributed to its continued survival Kusbiyanto, 2015. These changes too are very much needed due to various factors such as economic, income generation for performers and puppeteers, tourism industries, sustainability of traditions and heritage and innovation through multimedia technology. ...Wayang Kulit or shadow theatre, an ancient theatrical performance practice has given opportunity and space for researchers to explore the possibilities of creating a stimulating environment for performance and cognitive development among cerebral palsy children. This study looks at how three important performative elements in Wayang Kulit performance, “story-telling, role-playing and space” are explored for the development of cognitive abilities; i to learn, ii to sequence and iii to reason, among cerebral palsy children. The study employs an action-research methodology which looks at participation-observation and artistic processes ranging from drama/theatre approaches to speech and vocal exercises. To assist the children in achieving the intended goals, “sensitive assistance” approach was also employed whereby teachers/facilitators assist the children during the workshop and training sessions. The cerebral palsy children were not only the participants of the workshops but more importantly, were the performers, storytellers, musicians, and puppeteers. Findings of this study show the children could, a memorize the script ability to learn, b present the script in a story-telling manner ability to sequence, c role-play to reason, and d understand the mechanism of the performative setting on and off stage. In addition, the study shows that through the sessions conducted via Wayang Kulit performance, the children learned to communicate, respond to each other, and also express themselves emotionally.... Pelestarian budaya dalam wayang suket ini juga telah digagas oleh Kusbiyanto 2015 yang mengupayakan untuk tetap eksisnya sebuah wayang. Wayang yang diteliti adalah wayang kulit. ... Meidawati SuswandariTujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan upaya untuk menjaga eksistensi wayang suket sebagai identitas budaya Kota Satria. Penulisan ini dilakukan melalui studi pustaka. Obyek penelitian ini adalah wayang suket dan identitas budaya. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penelusuran jurnal-jurnal yang terdapat pada beberapa media elektronik seperti digital library, internet, dengan melalui Google Cendekia. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis anotasi bibliografi annotated bibliography. Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya untuk menjaga eksistensi wayang suket sebagai identitas budaya Kota Satria melalui pelestarian budaya dalam bentuk permainan ular tangga dengan tema wayang, gantungan kunci dibuat dari kulit seperti ingin membuat wayang, tetapi ukurannya lebih kecil, penayangan wayang suket di bioskop, dan peran pemerintah adalah mendukung penayangan wayang dengan membantu menyuplai dana dan membantu sosialisasi kepada masyarakat.... Alat musik yang paling penting dalam gamelan wayang adalah alat pukul yang bernama 'gender', selain itu dalam pementasan wayang juga diiringi oleh gamelan dan musik pengiring lainnya yang dimainkan mengikuti cerita. Bentuk pakeliran wayang dewasa ini mengikuti perkembangan dan selera penonton, karena pertunjukan wayang merupakan akulturasi selera estetis penonton dan selera estetis dalang Kusbiyanto, 2015. ...... Indonesia kaya akan berbagai jensi wayang, menurut laporan Sekretarian Pewayangan Indonesia Senawangi terdapat 100 jenis wayang yang tersebur di Nusantara. Namun demikian hingga sekarang jenis wayang yang masih hidup dan bertahan di tengah-tengah masyarakat dapat dihitung dengan jari Kusbiyanto, 2015. Menurut Mubah 2011, Jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. ... Ilham Syahrul JiwandonoKhairunisa KhairunisaPerkembangan zaman telah menyebabkan terjadinya degradasi moral yangdialami oleh mahasiswa. Terdapat berbagai indikasi terjadinya degradasi moral di lingkungan kampus. Diperlukan berbagai upaya untuk mengantisipasi permasalahan tersebut. Banyak media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan karakter dalam rangka mengatasi permasalahan degradasi moral, baik yang bersifat konvensional maupun modern. Salah satu media konvensional yang dapat dipakai adalah wayang, khususnya Punakawan. Banyak nilai filosofis yang terkandung dalam pertunjukan wayang yang dapat membentuk dan menumbuhkan karakter mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan media wayang dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai upaya untuk menumbuhkan karakter mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Lokasi penelitian di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Mataram. Teknik pengambilan data menggunakan wawancara tidak terstruktur, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan 1 telah terjadi degradasi moral di lingkungan kampus dengan salah satu bukti hilangnya sopan santun antaran mahasiswa dan dosen. 2 media wayang merupakan media yang sangat cocok untuk membentuk karakter mahasiswa karena banyak nilai yang terkandung di dalamnya. 3 nilai filosofis yang terkandung dalam media wayang. Nana RamadijantiH. Fadilah FahrulDini Maulidiyah PangestuIndonesia is well known as “a country with thousands of culture”, and one of the famous Indonesian culture is traditional dance from each ethnic group. Unfortunately nowadays, traditional dance have been eliminated by modern dance, in accordance with people's lifestyles. For traditional dance revitalization, one of the option, is by participating in traditional dance conservation. We can preserve traditional dance by teaching traditional dance at school. Teaching traditional dance at school will give a big impact on its preservation. Nowadays, traditional dance is taught by using books. Unfortunately, using that approach cause the student to lose their interest. To solve the problem on traditional dance preservation, the writer had created an application to enable traditional dance basic movement learning virtually, on this case Remo Traditional Dance. This application equipped with Kinect sensors which can track and give feedbacks to users who learn Remo Traditional dance, based on the Skeletal Tracking method. With this method, the application can locate the joints of the tracked users in space and track their movements over time. The application performance is evaluated based on questionnaires. The application can improve students' appreciation of uniqueness of traditional dance. Moreover, this application can improve student's interest to learn the traditional dance movements that appear on the Etis Dalam WayangH AmirAmir, H. Nilai-Nilai Etis Dalam Wayang, Jakarta Pustaka Sinar Harapan, Kulit sebagai media pendidikan Budi PekertiFerdi ArifinArifin, Ferdi. Wayang Kulit sebagai media pendidikan Budi Pekerti, ‖Jurnal Sejarah dan Budaya Jantra‖, Vol. 8, No. 1, Juni 2013 pertunjukan-wayang-kulit-purwa/, anonim Perlindungan warisan budaya. anonom Makalah perubahan kebudayaan karena dari luarK WalujoDunia WayangYogyakartaWalujo K. Dunia wayang. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2000. pertunjukan-wayang-kulit-purwa/, anonim. 2008. Perlindungan warisan budaya. anonom. 2009. Makalah perubahan kebudayaan karena dari luar. karena-pengaruh-dari luar/ melestarikan-budaya-bangsa/Beberapa Catatan Tentang Seni Pertunjukan IndonesiaSoedarsonoSoedarsono. Beberapa Catatan Tentang Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta Konservatori Tari Indonesia di Yogyakarta, Sena Wangi, 1999. Isma'un, B. Peranan Koleksi Wayang dalam Kehidupan MasyarakatB HasrinuksmoEnsiklopedi WayangIndonesiaHasrinuksmo B. Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jakarta Sena Wangi, 1999. Isma'un, B. Peranan Koleksi Wayang dalam Kehidupan Masyarakat. Yogyakarta Depdikbud, Pustaka PelajarK WalujoDuniaWalujo K. Dunia wayang. Yogyakarta Pustaka Pelajar, Isma'unIsma'un, B. Peranan Koleksi Wayang dalam Kehidupan Masyarakat. Yogyakarta Depdikbud, 1990. Wayang yang menjadi salah satu warisan budaya berharga di Indonesia ini pasti telah kalian sering lihat di pentas-pentas kesenian atau di media informasi. Bagaimana munculnya warisan ini? Nah silahkan simak ya artikel ini sobat MI… Wayang ada yang berpendapat berasal dari kebudayaan Jawa namun ada juga yang berpendapat dari India, akan tetapi untuk bukti benarnya masih belum bisa dipastikan. Pendapat yang mengatakan bahwa wayang lahir di pulau Jawa ini, tidak hanya dikemukakan oleh para ahli dan peneliti bangsa Indonesia, akan tetapi juga dikemukakan oleh para ahli dari Barat diantaranya yaitu Hazeau, Kats, Rentse, Brandes dan Kruyt. Untuk pendapat yang mengatakan dari India, diduga wayang ini dibawa pada saat penyebaran agama hindu ke Indonesia. Yaps… untuk lebih tepatnya wayang ini berasal, masih belum ada yang memutuskan titik terangnya. Arti kata wayang tersendiri juga terdapat perbedaan terkait penjelasan kata wayang tersebut. Ada yang berpendapat bahwa kata wayang berasal dari kata “Ma Hyang” yang artinya dewa, roh atau juga berarti Tuhan. Pendapat yang kedua berasal dari bahasa Jawa yang artinya bayangan. Dikarenakan dalam kesenian pertunjukan wayang kulit sendiri hanya bisa melihat bayangan dari bentuk wayang kulit yang dimainkan. Di tanah Jawa, terdapat dua jenis wayang sebagai sebuah kultur kehidupan di masyarakat. Kedua jenis wayang tersebut merupakan simbol dari karakter manusia di sebuah peradaban. Wayang Kulit berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, sedangkan Wayang Golek berasal dari Jawa Barat. Wayang Kulit merupakan boneka dua dimensi, yang terbuat dari kulit atau tulang. Sementara Wayang Golek yaitu boneka-boneka tiga dimensi yang terbuat dari kayu. Menikmati kedua wayang tersebut memiliki kekhasannya tersendiri, tergantung dari cara menikmatinya. Biasanya masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah menikmati pertunjukan wayang kulit sampai pada aspek filosofinya. Sedangkan masyarakat Jawa Barat pertunjukan Wayang Golek hanya menunggu momen tawa. WAYANG kulit merupakan salah satu aset budaya bangsa. Karena itu, seni tradisional warisan leluhur ini perlu dikembangkan dan dilestarikan. "Wayang kulit menjadi hiburan tradisional yang hingga saat ini masih sangat digemari warga masyarakat khususnya di Jawa Tengah," ungkap Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Mulyani, pada pergelaran wayang kulit semalam untuk di Balai Desa Nglinggi, Klaten Selatan, Senin 15/8 malam. Pentas wayang kulit oleh dalang Ki Mulyono PW dengan lakon Begawan Sabdowolo itu dielar dalam rangka HUT ke-77 RI dan Hari Jadi ke-218 Kota Klaten. "Kita patut bersyukur wayang kulit tetap eksis sampai sekarang. Karena itu, kewajiban kita bersama untuk terus mengembangkan dan melestarikannya," tambahnya. Untuk itu, Bupati berharap seni tradisional wayang kulit tidak terkikis budaya asing di era globalisasi. Maka, upaya nguri-uri budaya jawi ini sangat penting. Sri Mulyani mengajak kepada semua pihak, khususnya generasi muda untuk menjunjung tinggi seni budaya tradisional warisan leluhur tersebut. "Pergelaran wayang kulit itu penuh dengan muatan atau nilai tontonan, tuntunan, dan tatanan hidup dalam masyarakat." Pentas wayang kulit di Balai Desa Nglinggi juga dihadiri anggota DPRD Jateng Anton Lami Suhadi, Pj Sekda J Prihono, Forkopimda, dan ribuan penonton. Penonton pergelaran wayang kulit malam itu terhibur, terlebih dengan dihadirkannya Duo Sinden Apri-Mimin dan Sinden Ngetren Elisha Orcharus. Menurut Kades Nglinggi, Sugeng Mulyadi, pentas wayang kulit itu untuk hiburan masyarakat. Karena, sudah dua tahun di masa pandemi tidak ada pertujunkan wayang kulit. "Dalam pentas wayang kulit malam ini kami juga menyiapkan hadiah, seperti sepeda, kulkas, mesin cuci, kipas angin, dan hadiah menarik lainnya," ujarnya. N-2

wayang adalah warisan budaya bangsa indonesia yang perlu dilestarikan